Jumat, 03 September 2010

Opini Tentang Pelaksanaan K3 Dalam Proyek Pembangunan



Dari kasus ada artikel ”Melindungi Pekerja Konstruksi”, terlihat bahwa seorang mandor tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang pimpinan yang seharusnya menjaga keselamatan jiwa anak buahnya (kuli bangunan). Dia tidak menghiraukan laporan dari pekerja di bawah pimpinannya sehingga berdampak kecelakaan.
Pada umumnya, kontraktor melakukan pekerjaan dengan semaksimal mungkin dapat mengurangi biaya dan mempercepat pembangunan tanpa mementingkan prosedur kerja yang menjamin keselamatan diri mereka sendiri, bahkan hingga melakukan pekerjaan selama 24 jam penuh. 
Selain itu, kecelakaan kerja juga terjadi karena kurangnya pendidikan kuli bangunan akan K3 sehingga mereka bekerja tanpa mempedulikan bahaya yang mungkin terjadi selama proses pembangunan. Meski mereka mengerti akan peralatan kerja, tetapi mereka selalu beranggapan bahwa sebelumnya selalu aman meski tanpa peralatan kerja sehingga mereka tidak mau mengenakannya. 
Di dalam sebuah proyek pembangunan, harus diperhatikan beberapa faktor berikut ini (sumber: http://www.brandalansingit.blogspot.com/2010-06-01-archive.html):

1. Keadaan tempat tinggal di dalam lokasi proyek 
- Perletakan penyimpanan barang berbahaya tidak boleh berada di tempat tinggi dan saling tumpang tindih (beresiko jatuh dan menimpa orang di bawahnya) 
- Ruang kerja tidak terlalu sesak dan padat 
- Pembuangan kotoran limbah diatur perletakannya agar tidak mengganggu kesehatan 
- Pengaturan sirkulasi udara 
- Pengaturan penerangan ruang dan tempat kerja 

2. Peralatan kerja 
- Peralatan kerja harus lengkap (pakaian kerja, helm kerja, sepatu kerja, sarung tangan, masker, kacamata kerja, sabuk pengaman, dan peralatan P3K) 
- Peralatan kerja dijaga mutunya (jangan sampai usang dan kondisinya rusak) 
- Adanya penyuluhan jika menggunakan mesin berat dan peralatan elektronika dengan benar 
- Adanya pengaman pada mesin berat dan alat elektronika 
Selain pengaturan kondisi lokasi dan peralatan kerja, sebaiknya diperhatikan hal berikut, 

1. Fisik pekerja 
- Stamina pekerja 
- Kondisi emosi pekerja yang biasanya labil 
- Pola pikir pekerja yang biasanya kurang memperhatikan keselamatan kerja 
- Motivasi dalam bekerja 
- Pengetahuan pekerja tentang standar K3, penggunaan fasilitas kerja, dan berbagai hal dalam pekerjaan konstruksi 

2. Pengaturan lain 
- Pengaturan jam kerja dan jam lembur 
- Penerapan shift kerja 
- Umur pekerja 
- Jenis kelamin pekerja 
- Pengelolaan tempat tinggal di dalam proyek 

Sebagai pihak pertama yang berada di tempat proyek, seharusnya seorang mandor bangunan tidak menyuruh para tukang bangunan bekerja tanpa mendapat jaminan dan kepastian akan keselamatan mereka. Para pengawas juga hendaknya selain mengawasi mutu kualitas bangunan juga mengawasi kinerja di dalam proyek, termasuk hal-hal yang menyangkut jiwa pekerja (ketertiban, keamanan, dan keselamatan). 
Sebaiknya, dilakukan penyuluhan terhadap para pekerja bangunan akan pentingnya K3 dan prosedur kerja yang benar sehingga mereka mengerti bagaimana cara bekerja yang dapat menghindarkan mereka dari resiko kecelakaan kerja. 
Selain penyuluhan, sebaiknya selain adanya pengawas kualitas bangunan, juga harus ada pengawas tersendiri untuk bidang K3 yang mengawasi kinerja dan sistem manajemen keselamatan kerja dalam suatu proyek. Meski membutuhkan biaya tambahan, adanya pengawas khusus; ketertiban, keamanan, dan keselamatan di dalam proyek akan lebih terjamin. 
Pihak pemerintah juga harus ambil bagian dalam pengawasan proyek pembangunan. Mereka harus mensurvei dan mengamati proses kegiatan di lapangan untuk mengecek apakah pekerjaan di lapangan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Jasa Konstruksi dan rencana pembangunan yang tercantum di IMB. Hal ini selain sebagai pengawasan terlaksananya K3, juga sebagai pencegah tindakan pelanggaran hukum berupa pembangunan di luar kontrak jasa konstruksi. 
Jika semua pihak mengerti betapa pentingnya pendidikan K3 serta melaksanakannya sesuai prosedur kerja dan peratuan perundang-undangan, resiko buruk (dalam hal ini kebanyakan adalah kecelakaan kerja) dalam sebuah proyek pembangunan (jasa konstruksi) akan dapat diminimalisasi. Para pekerja juga akan memperoleh rasa nyaman dalam bekerja tanpa merasa was-was akan keselamatan dirinya. Dengan rasa nyaman yang diperoleh, para pekerja mendapat motivasi untuk


LAMPIRAN
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN K3 YANG BERHASIL
Judul: Pekerja Proyek Pembangunan Gedung Konjen AS Mogok Kerja 
Uraian Artikel:
........... 
Selama berkerja di proyek pembangunan gedung seluas 2,5 hektar, kata Suraji, para pekerja diharuskan menggunakan standar kerja dan keamanan AS. Standar gaji ditetapkan berdasarkan tugas di lapangan, paling murah dibayar Rp 60.500 perhari untuk pekerja biasa dan paling tinggi dibayar Rp 121.000 perhari untuk posisi team leader. Mereka dibayar mingguan dan dapat libur satu hari seminggu. 
........... 
Sumber:



IMPLEMENTASI PELAKSANAAN K3 YANG GAGAL
Judul: Melindungi Pekerja Konstruksi 
Uraian Artikel:
Lagi-lagi lemahnya pengawasan proyek konstruksi memakan korban. Kali ini bahkan dua kasus terjadi dalam waktu berdekatan. Kemarin sebuah proyek perluasan toilet di Pusat Grosir Tanah Abang ambruk. Dua pekerja tewas, beberapa lainnya luka berat. Seminggu sebelumnya, kanopi sepanjang 40 meter yang sedang dipasang di Sekolah Dasar Negeri Lubang Buaya juga roboh. Untunglah tak ada korban nyawa, namun para pekerja yang tertimpa harus dibawa ke rumah sakit. 
Kecelakaan seperti ini sudah terlalu sering terjadi. Tahun lalu saja, hanya dalam empat bulan terjadi tujuh kasus serupa yang menewaskan 11 orang. Beberapa di antaranya adalah kasus rontoknya gondola proyek pembangunan gedung tinggi. 
Jika dilihat data per tahun, angkanya lebih mencengangkan. Menurut Departemen Tenaga Kerja, rata-rata kecelakaan kerja dari 2000 hingga 2006 per tahun mencapai 100.484 kasus. Angka ini bahkan lebih tinggi dibanding kejadian serupa di negara lain, seperti Bangladesh dan Pakistan. 
Sebagian besar kasus kecelakaan itu terjadi di sektor proyek konstruksi, yang memang rawan kecelakaan. Target ketat agar pembangunan segera selesai plus prosedur keamanan yang longgar menjadi pemicu kecelakaan. Di luar itu, pemicu kecelakaan adalah rendahnya pendidikan para pekerja. Dari 4,5 juta pekerja di sektor ini, 54 persennya hanya berpendidikan sekolah dasar. Rendahnya pendidikan, ditambah sulitnya mendapatkan pekerjaan, membuat mereka terpaksa mengikuti perintah mandor meski berisiko terjadi kecelakaan. 
Sikap seperti ini juga terjadi dalam kasus Tanah Abang. Sehari sebelum proyek itu ambruk, pekerja sudah mengingatkan ada retak di beberapa bagian bangunan. Namun mandor proyek yang dilapori tak peduli Hasilnya, retak itu membesar diiringi ambruknya bangunan. 
Jelas ada kelalaian pihak pemborong proyek di sini. Mereka dikejar tenggat, sementara prosedur keamanan tidak dijalankan, biasanya dengan alasan menghemat biaya. Namun yang harus bertanggung jawab dalam kejadian ini tak hanya pelaksana proyek. 
Pejabat pemerintah Provinsi Jakarta yang bertugas mengawasi pembangunan gedung juga harus ditindak. Apalagi terbukti, bagian bangunan yang runtuh itu temyata tidak memiliki izin. Harus diusut, kenapa proyek tanpa izin ini dibiarkan. 
Kepedulian pemerintah pusat dan daerah menjadi kata kunci untuk menurunkan angka kecelakaan kerja. Apalagi seluruh prosedur perlindungan pekerja sebenarnya telah diatur lengkap dalam berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah. Bahkan khusus untuk pekerja konstruksi, ada pengaturan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Inti semua regulasi itu adalah perusahaan pelaksana proyek wajib menyiapkan sistem manajemen keselamatan kerja yang harus diawasi ketat oleh pemerintah. 
Pengawasan ketat harus dilakukan tidak hanya oleh Departemen dan Dinas Tenaga Kerja setempat, tapi juga oleh Departemen dan Dinas Pekerjaan Umum selaku pihak yang memahami aspek teknis konstruksi proyek-proyek fisik. Tanpa langkah ini, kejadian serupa akan selalu berulang.  
Sumber: 
http://bataviase.co.id/detailberita-10438219.html

*  *  *  *  *  *  *  *  *

Disusun oleh:
Septia Faril Lukman
Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
e-mail: unfinished_tales@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar