Mohenjo Daro merupakan sebuah kawasan reruntuhan-kota peninggalan kebudayaan Hindustan (bersama dengan kota Harappa) yang berada di bagian selatan Lembah Sungai Indus, distrik Larkana, propinsi Sind, Pakistan. Diperkirakan, kota ini dibangun dan dihuni dalam masa waktu yang bersamaan dengan pembangunan kota-kota di peradaban Mesir Kuno, Mesopotamia, dan Yunani Kuno.
Kota Mohenjo Daro sering disebut sebagai "Metropolis Kuno di Lembah Indus" karena merupakan kota terbesar (sekitar 100 hektar) di wilayah peradaban Hindustan pada tahun 2600-an SM. Beberapa pendapat menyatakan bahwa saat ini sebagian besar wilayah reruntuhan kota Mahenjo Daro masih tertutup oleh tanah dan hanya sepertiganya saja yang telah berhasil digali dan dikenal oleh masyarakat dunia dengan sistem tata kota memukau.
Kota Mohenjo Daro sering disebut sebagai "Metropolis Kuno di Lembah Indus" karena merupakan kota terbesar (sekitar 100 hektar) di wilayah peradaban Hindustan pada tahun 2600-an SM. Beberapa pendapat menyatakan bahwa saat ini sebagian besar wilayah reruntuhan kota Mahenjo Daro masih tertutup oleh tanah dan hanya sepertiganya saja yang telah berhasil digali dan dikenal oleh masyarakat dunia dengan sistem tata kota memukau.
Kota ini bukanlah sebuah pusat kerajaan karena tidak ditemukannya makam ataupun bekas istana Raja di kota Mohenjo Daro. Yang ada adalah kuburan dari kalangan elit kota. Ada kemungkinan bahwa kota Mohenjo Daro merupakan sebuah pusat administratif dari wilayah di dalam sebuah kerajaan.
Kata Mohenjo-Daro dikenal dalam beberapa bahasa dan penulisan,
- موئن جودڑو (bahasa Urdu dan bahasa Sindhi)
- मोहन जोदड़ो (Bahasa Hindi).
Sedangkan arti dari kata "Mohenjo Daro" sendiri adalah "Bukit orang mati". Nama ini diberikan karena letak kota yang berupa bukit-bukit dan saat ini hanya berupa reruntuhan seperti sebuah kota mati.
Sistem Tata Kota
Kota Mohenjo Daro dapat dikatakan telah memiliki kebudayaan tinggi dalam bidang arsitektur karena adanya penataan massa bangunan kota yang sangat rapi dan teratur. Penataan massa bangunan yang diterapkan dalam kota Mahenjo Daro adalah konsep organisasi grid. Jalan yang ada berupa saling tegak lurus dan berjajar sehingga membentuk blok-blok tapak (berupa kotak-kotak) yang digunakan sebagai tempat pendirian bangunan. Konsep ini dapat dilihat pada penataan kawasan perumahan modern maupun apartemen yang tiap rumah tertata sangat rapi dan berada di jalur lurus.
Fasilitas Kota
Secara garis besar, Kota Mohenjo Daro dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya. Bagian timur kota (disebut Lower Town) merupakan wilayah yang digunakan sebagai perumahan penduduk. Sedangkan bagian lain dari kota (disebut Citadel) merupakan sebuah kawasan pusat kota Mohenjo Daro.
Pada bagian Lower Town (letaknya rendah), terdapat sistem jaringan jalan yang membentang dari utara hingga selatan dan timur hingga barat. Jalanan ini membagi beberapa petak tanah menjadi blok-blok (kotak-kotak) yang merupakan tempat perumahan penduduk berada. Keadaan ini menjadikan kota Mohenjo Daro sangat rapi dan teratur sehingga mudah dalam melakukan pengawasan.
Perumahan di Mohenjo Daro memiliki tipe yang berbeda-beda, ada yang berukuran besar dan ada pula yang berukuran kecil sesuai dengan kebutuhan dan status sosial pemiliknya. Para ahli menyatakan bahwa beberapa rumah yang ada, dahulunya merupakan bangunan dua lantai dengan tangga yang terbuat dari batu bata. Setiap rumah memiliki ruang pemandian dan sistem drainase yang teratur.
Sumber air bersih yang ada di Mohenjo Daro adalah berupa sumur di dalam ruangan rumah yang pengaliran ke ruangan lain menggunakan pipa berbahan tanah liat. Sedangkan sarana pembuangan air kotor menggunakan saluran air yang berada di tepi jalan perumahan. Saluran ini terhubung dengan rumah penduduk sehingga air kotor dari sisa penggunaan di dalam rumah dapat langsung mengalir ke saluran air kota.
Sedangkan bagian Citadel (disebut pula sebagai kuil kota - letaknya lebih tinggi dari Lower Town) yang merupakan pusat kota terdapat beberapa fasilitas perkotaan. Beberapa fasilitas tersebut adalah:
- The Great Bath
Berupa bangunan yang menyerupai kolam berukuran 12 x 7 (dalam meter) dengan material berupa batu bata. Kedalaman kolam ini sekitar 2,4 meter dengan tangga yang terbuat dari batu bata untuk turun hingga dasar kolam. Di sekitarnya berupa beranda dengan alas batu bata.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa bangunan kolam ini digunakan sebagai tempat melakukan ritual keagamaan berupa pemandian (pensucian badan). Pendapat ini didukung dengan penemuan artefak berupa batuan yang mirip dengan batu gosok untuk mandi.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa bangunan kolam ini digunakan sebagai tempat melakukan ritual keagamaan berupa pemandian (pensucian badan). Pendapat ini didukung dengan penemuan artefak berupa batuan yang mirip dengan batu gosok untuk mandi.
Dalam kepercayaan Hindu, ritual pemandian seperti ini merupakan salah satu ritual untuk pensucian jiwa dan raga pengikutnya. Kemungkinan besar, ritual pemandian yang dilakukan di The Great Bath merupakan sebuah tradisi dari agama Hindu.
-The Granary
Merupakan bangunan yang digunakan oleh penduduk kota Mohenjo Daro sebagai tempat penyimpanan hasil pangan (hasil panen) yang digunakan untuk mensuplai kebutuhan penduduk.
-Assembly Halls
Sebuah bangunan dengan area terbuka yang cukup luas (seperti lapangan).
Sistem Konstruksi
Bahan bangunan yang digunakan pada perumahan penduduk maupun bangunan fasilitas kota terbagi menjadi dua jenis, yakni batu bata lumpur (mud bricks) dan batu bata kayu (wood bricks). Batu bata lumpur (mud bricks) terbuat dari lumpur endapan yang banyak terdapat di lembah sungai Indus. Sedangkan batu bata kayu (wood bricks) terbuat dari kayu yang dikeringkan dengan cara dibakar. Daya tahan batu bata yang digunakan di Mohenjo Daro memiliki keawetan yang lebih baik dan lebih lama dibanding batu bata yang digunakan oleh penduduk Mesopotamia.
Sedangkan material yang digunakan sebagai penutup atap adalah pohon kayu yang disusun menjadi atap datar.
PENELITIAN KOTA
Dalam penelitian untuk mengungkap segala sesuatu tentang peradaban di kota Mohenjo Daro, R. D. Banarjee beserta tim arkeolog melakukan penggalian skala besar di wilayah kota Mohenjo Daro yang telah tertutup tanah. Penggalian ini dilakukan dalam kurun waktu sekitar 5 tahun (1922 hingga 1927). Penelitian dan penggalian kota Mohenjo Daro dilanjutkan oleh M. S. Vats dan K. N. Dikshit dibawah pengarahan dari Sir John Marshall, seorang ahli arkeologi berkebangsaan Inggris. Seorang penieliti lain, E. J. H. MacKay melanjutkan penelitian dan penggalian selama 4 tahun (1927-1931) dan pada tahun 1950, Sir Mortimer Wheeler melakukan penggalian, kota Mohenjo Daro dalam skala kecil.
Dalam penelitian untuk mengungkap segala sesuatu tentang peradaban di kota Mohenjo Daro, R. D. Banarjee beserta tim arkeolog melakukan penggalian skala besar di wilayah kota Mohenjo Daro yang telah tertutup tanah. Penggalian ini dilakukan dalam kurun waktu sekitar 5 tahun (1922 hingga 1927). Penelitian dan penggalian kota Mohenjo Daro dilanjutkan oleh M. S. Vats dan K. N. Dikshit dibawah pengarahan dari Sir John Marshall, seorang ahli arkeologi berkebangsaan Inggris. Seorang penieliti lain, E. J. H. MacKay melanjutkan penelitian dan penggalian selama 4 tahun (1927-1931) dan pada tahun 1950, Sir Mortimer Wheeler melakukan penggalian, kota Mohenjo Daro dalam skala kecil.
Peneletian dan penggalian yang telah dilakukan telah berhasil memunculkan pendapat dan teori mengenai bentuk dan tatanan kota Mohenjo Daro sehingga dapat diambil beberapa teori mengenai bagaimana perkembangan kebudayaan masyarakat lembah sungai Indus (Hindustan). Diperkirakan bahwa penduduk kota Mohenjo Daro berkisar antara 35.000 hingga 40.000 orang.
Sebuah arca yang terbuat dari perunggu dengan wujud berupa gadis telanjang (dikenal dengan sebutan "Dancing Girl") ditemukan dalam penelitian pada tahun 1926. Beberapa artefak lain yang lebih menarik bagi para arkeolog adalah sejumlah patung berwujud laki-laki yang sedang duduk, dengan desain pahatan yang rumit. Patung tersebut dikenal dengan nama "Priest King", meski tak ada fakta yang menunjukkan bahwa patung tersebut adalah patung Raja. Beberapa patung ditemukan dalam keadaan telah rusak pada beberapa bagian.
Hingga saat ini belum diketahui penyebab kota ini menjadi tak berpenghuni. Meski belum ada bukti kuat, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa kota Mohenjo Daro telah tergenang air sungai Indus dan ditinggalkan oleh penduduknya.
* * * * * * * * *
Disusun oleh:
Septia Faril Lukman
Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
e-mail: unfinished_tales@yahoo.co.id
Artikel Terkait:
Reruntuhan Kota Harappa
e-mail: unfinished_tales@yahoo.co.id
Artikel Terkait:
Reruntuhan Kota Harappa
http://id.wikipedia.org/wiki/Mohenjo-daro
http://www.nationalgeographic.com/history/ancient/mohenjo-daro.html
http://yuamar.wordpress.com/2008/11/29/the-great-mohenjo-daro/
3 komentar :
liat ini, baca lagi..ternyata saya diingatkan kembali. terakhir kali dengar kata-kata mohenjo daro, citadel..itu pas pelajaran sejarah SMP kelas satu... sooo last year banget.
semoga teringat kembali tentang kehebatan peradaban kuno dan kita bisa mendapat ilmu yang berguna dari mereka..
kalau ada kesalahan di artikel ini,,mohon agar ditulis di sini,,terimakasih..
semoga teringat kembali tentang kehebatan peradaban kuno dan kita bisa mendapat ilmu yang berguna dari mereka..
kalau ada kesalahan di artikel ini,,mohon agar ditulis di sini,,terimakasih..
Tulis Komentar Anda di Sini...