Kamis, 11 November 2010

Tata Letak Media Iklan


Semakin maraknya dunia perekonomian berakibat pada berkembangnya media informasi yang digunakan sebagai salah satu sarana promosi. Sarana promosi ini terbagi ke dalam dua jenis, yakni media elektronik dan media cetak. Sarana promosi yang menggunakan media elektronik antara lain adalah televisi, radio, dan internet. Sedangkan promosi yang menggunakan media cetak antara lain adalah melalui koran, maupun pemasangan media iklan melalui spanduk, baliho, serta billboard. Pemasaran melalui media elektronik tidaklah akan mengganggu visual perkotaan, sedangkan pemasaran melalui media cetak berupa spanduk, baliho, dan sebagainya sangat berpengaruh terhadap kualitas visual suatu kota.
Perkembangan yang sangat pesat pada pemasangan papan iklan di koridor jalan perkotaan pasti menjadi suatu masalah yang berdampak sistem visual di ruang perkotaan. Hal ini dikarenakan tidak adanya keteraturan dan keserasian satu papan iklan dengan papan iklan lainnya. Juga tidak ada keserasian dengan lingkungan di sekitarnya, terutama bangunan sekitar. Berbagai macam bentuk media iklan dipasang tanpa mengindahkan aspek-aspek estetika, proporsi, dan juga keselamatan. Untuk itu, perlu adanya sebuah regulasi yang mengatur tentang pemasangan papan iklan di koridor jalan perkotaan. Dalam penyusunan regulasi tersebut, ada beberapa teori yang telah ada tentang tata letak media iklan.

PENGERTIAN, FUNGSI, DAN TUJUAN MEDIA IKLAN
Media iklan terdiri dari dua kata, yaitu "media" dan "iklan". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), media adalah: (i) alat, (ii) (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster,dan spanduk. Sedangkan menurut KBBI, pengertian iklan adalah: (i) berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan, (ii) pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang / jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat umum. Sehingga pengertian Media iklan adalah sarana komunikasi massa yang menyediakan beberapa bentuk periklanan, misal: surat kabar, televisi, dan radio. 
Dari pengertian diatas maka fungsi dari media iklan adalah suatu alat yang bertujuan memperkenalkan, menganjurkan, memuji kualitas barang, tempat, bangunan, jasa atau seseorang dengan menggunakan alat yang berada di tempat umum untuk mendapatkan keuntungan. Media iklan ini dapat berupa reklame.
Sedangkan tujuan dari pemasangan media iklan untuk menanamkan pesan yang terpampang di dalamnya sehingga akan tertanam sebuah image dalam benak seseorang yang melihatnya, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pandangannya akan media iklan tersebut.

PENATAAN, JENIS, DAN KLASIFIKASI MEDIA IKLAN
Menurut Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2003 Pasal 5, penataan media iklan diatur menurut:
Tempat
Disini dibedakan lagi menjadi 2, yaitu :
1. Pada sarana dan prasarana kota yang meliputi : trotoar, media jalan, telepon umum, jembatan penyeberangan orang, pos jaga polisi, jam kota, bus surat, tiang lampu penerangan jalan, tempat hiburan dan rekreasi, gelanggang olah raga, terminal, pasar, wc umum, dan gapura.
2. Diluar sarana dan prsarana kota yang meliputi Media Iklan di atas tanah, dan atau bengunan. 
Jenis
Terdapat beberapa jenis Media Iklan, antara lain :
1. Media Iklan papan (Billboard, Baliho, Neon Box)
2. Media Iklan kain/ spanduk
3. Media Iklan slide atau film
4. Media Iklan melekat (pamflet, stiker, atau poster)
5. Media Iklan bunyi
6. Media Iklan peragaan
7. Media Iklan kendaraan
8. Media Iklan berjalan
9. Media Iklan selebaran
10. Media Iklan udara
11. Media Iklan megatron (diselenggarakan dengan alat elektronik audio visual)
Ukuran
Media iklan yang biasanya berupa reklame ini memiliki ukuran tertentu. Ukuran yang telah di tetapkan oleh Pemerintah Kota Madya Semarang adalah sebagai berikut :
1. Reklame kecil dengan ukuran kurang dari 4m2
2. Reklame sedang dengan ukuran 4-12 m2
3. Reklame besar dengan ukuran lebih dari 12m2
Kawasan 
Peraturan tentang ini ditetapkan tersendiri oleh pemerintah kota. Disamping itu, ada pula beberapa peraturan pokok tentang penataan media iklan yang ada tempat-tempat umum, diantaranya:
1. Pada trotoar (bahu jalan), jenis media iklan yang dapat dipasang adalah reklame papan dan reklame kain dengan ketinggian ruang bebas minimal 2,50 m untuk jenis reklame papan. Media iklan atau reklame ini tidak boleh menjorok ke badan jalan.
2. Pada median jalan, media iklan yang dipasang pada jarak minimal 25 m dari alat pemberi isyarat lalu lintas. Untuk jenis billboard, harus memiliki ketinggian ruang bebas minimal 5,5 m dan kedalaman pondasi minimal 1,5 m, ukuran media iklan maksimal 50m2 bentuk vertikal dengan jarak 1,5 antara titik media iklan yang satu dengan yang lain. Untuk jenis neon box dengan ukuran maksimal 2m2 dipasang secara vertikal dengan jarak minimal 40 cm antara titik rmedia iklan atau rekalme yang satu dengan yang lain.
3. Media iklan yang menempel pada bangunan tidak boleh menghilangkan atau mempengaruhi estetika bangunan sekitar secara keseluruhan serta tidak boleh memotong garis bangunan.
4. Media iklan yang dipasang diatas bangunan, ketinggiannya tidak boleh melebihi batas maksimal ketinggian bangunan yang sudah ditentukan. Media iklan tidak boleh melebihi lebar bangunan dengan konstruksi menempel pada bangunan.
5. Media iklan yang dipasang di atas tanah atau halaman di lingkungan perumahan, perkantoran, dan perdagangan harus memiliki ketinggian ruang bebas minimal 5,5 m dengan ukuran maksimal 50m2 vertikal.

Pemerintah DPRD Kota Semarang menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Media Iklan menggantikan Perda 7/2003 Tentang Reklame. Isi dari Perda tersebut antara lain (Kompas, Kamis, 22 Juni 2006):
· Lokasi Terlarang pemasangan reklame:
1. Persil milik pemerintah yang digunakan untuk kantor pemerintah
2. Pohon penghijauan atau pelindung jalan
3. Alun-alun dengan radius 150 m
4. Rambu lalu lintas, tiang listrik, pohon, dan pagar tanaman
5. Lingkungan sekolah dasar dan menengah, museum, tempat ibadah, dan didepan kantor pusat pemerintahan.
6. Badan sungai dan saluran
7. Pagar bumi
8. Jembatan


PRINSIP-PRINSIP PAPAN MEDIA IKLAN SEBAGAI ELEMEN ESTETIKA
Reklame yang merupakan salah satu sarana promosi yang bersifat komersial, hendaknya, memperhatikan beberapa prinsip yang sangat berpengaruh pada penampilan media iklan sebagai media promosi komersial, diantaranya:
1. Kesatuan, merupakan unsur perancangan yang paling penting. Jika suatu produk perancangan mempunyai nilai estesis yang lemah, namun kuat dalam unsur kesatuan secara keseluruhan (misalnya memiliki suatu karakter yang tegas) adalah lebih memuaskan dari pada sebaliknya. Sesuatu yang menonjol dari segi kesatuan akan tampak lebih hidup dari pada yang hanya menampilkan detail dari elemen- elemen yang ada.
2. Proporsi, adalah suatu perbandingan kuantitatif dari dimensi – dimensi yang menghasikan suatu hubungan dan kesan visual yang konsisten berdasarkan keseimbangan rasio, yakni suatu kualitas yang permanen dari rasio ke rasio yang lainnya. (Ching, 1991)
3. Skala, adalah suatu perbandingan tertentu yang digunakan untuk menentukan ukuran dan dimensi-dimensinya. Dimensi adalah manifestasi dari ukuran secara matematis dari bentuk bangunan, sedangkan skala mempunyai arti perbandingan besarnya unsur suatu bangunan secara relatif terhadap bentuk – bentuk lainnya. (Ching, 1991)

Kesemuanya itu akan menghasilkan suatu kemudahan pengamat dalam memahami isi dari papan media iklan.

TEORI DAN KONSEP VISIBILITAS
PENGERTIAN VISIBILITAS
Visibilitas memiliki arti jarak penglihatan dimana terlihat dengan jelas obyek yang diamati termasuk akses dan komponen setting (Wiesman dalam Tisnaningtyas, 2002). Selanjutnya Hesselgran dalam Tisnaningtyas (2002), mengatakan bahwa jarak penglihatan berkaitan bukan hanya dengan jarak yang dirasakan secara dimensional atau geometris saja, tetapi menyangkut persepsi visual dimana seseorang merasa ada tidaknya halangan untuk mencapai obyek yang dituju.
Tuntutan pengamat untuk merasa ada tidaknya halangan mencapai subyek yang dituju tersebut berkaitan dengan kebutuhan atribute sosialitas yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan hubungan sosial pada suatu setting (dimana orang dapat mengungkapkan dirinya dalam hubungan perilaku sosial).
Jarak antara perorangan, perilaku non verbal seperti sudut tubuh, kontak mata, ekspresi muka turut menunjang kualitas sosialisasi (Weisman dalam Tisnaningtyas, 2002). Dan ada tidaknya halangan mempengaruhi pandangan seperti diungkapkan Speiregen dalam Tisnaningtyas (2002) tentang pandangan normal menurut jarak yaitu melihat manusia (1220 m) membedakan aktivitas (137 m), mengenali muka seseorang (24,5 m), memahami ekspresi (10,5 m) dan melakukan percakapan (3,1 m).
Menurut Ittelson (1970) dalam Rapopport, persepsi terhadap lingkungan sekitarnya sangat berbeda-beda tergantung obyek yang akan dipersepsikan, yaitu : skala, efek dari pergerakan, perubahan tekstur, pergantian pandangan (sequel), pandangan baru yang ditambah.
Persepsi yang terbentuk melalui proses penginderaan sangat tergantung pada reseptor sistem yang dimiliki. Sistem visual (indera mata) merupakan salah satu sistem penerima (reseptor system) yang relatif mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar dibandingkan indera lain pada kondisi normal (Hall dalam Tisnaningtyas, 2002).
Pembagian kemampuan sudut pandang manusia (Hakim, 1987), dilakukan lebih sederhana dengan membagi menjadi 2 bagian, yaitu :
- Melihat detail dengan sudut I
- Melihat normal dengan sudut 60
Menurut Mirten dalam Tisnaningtyas, perbandingan jarak dan tinggi bangunan yang lebih kecil dari 2 (D/H < 2) akan menghasilkan pandangan yang mengarah pada detail atau ornamen bangunan, sedangkan perbandingan jarak dan tinggi bangunan lebih besar dari 2 (D/H > 2) akan menghasilkan pandangan seluruh bangunan.
Berkaitan dengan kemampuan pandangan manusia, Spereigen dalam Tisnaningtyas (2002), mengklasifikasikan pandangan normal dalam beberapa bagian menurut jaraknya:
- Pada jarak maksimum untuk melihat manusia
- Pada jarak 137 m, merupakan jarak maksimum untuk dapat membedakan aktivitas yang dilakukan
- Pada jarak 24,5 m, merupakan jarak maksimum untuk dapat mengenali muka seseorang
- Pada jarak 10,2 m, merupakan jarak maksimum untuk memahami ekspresi seseorang
- Pada jarak 3,1 m, merupakan jarak jangkauan untuk melakukan penelitian secara detail terhadap seseorang

Faktor-faktor jarak pandang tersebut dalam kondisi penerangan yang cukup.
Sudut pandang normal adalah 180 horisontal dan 170 vertikal dengan kejelasan tinggi pada sudut 27 dan lebar 45, semua sudut tersebut akan membesar bila kecepatannya juga meningkatn (Lynch dalam Rapoport dalam Tisnaningtyas, 2002).
Perhatian terhadap sesuatu yang berbeda yang dapat diperhatikan dari sekelompok benda tergantung dari beberapa elemen yang dapat diperhatikan, sebagai contoh adalah sebuah gereja kecil yang sama diantara bangunan-bangunan tinggi dan sebuah bangunan kuno diantara bangunan baru akan mudah diperhatikan karena tampil berbeda (Rapopport,1971)

TEORI VISUALISASI JARAK PANDANG
Agar memperoleh rasa nyaman, sebuah media iklan berupa baliho harus memiliki beberapa ketentuan tentang ketinggian dan jarak pandang pengamat. Perbandingan ketinggian baliho dengan jarak pandang pengamat dibagi menjadi skala kota, skala lingkungan, dan skala manusia.



*  *  *  *  *  *  *  *  *

Disusun berdasarkan produk tugas mata kuliah METODOLOGI RISET ARSITEKTUR
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Tim Penyusun:
Dhimas Bagus Putranto
Lillahi Asyrotul Akhiroh
Mia Hijriah
Nindya Kirana Putri
Novia Mahmuda
Septia Faril Lukman

1 komentar:

  1. salam sahabat
    jadi berkaitan denan cara penempatan yg tepat gitu yach.
    oh iya postingan saya memang begitu saya ambul dari forum berbagai bahasa saya jadikan satu dengan translate saya sendiri saya tidak suka copas kie mas jadi maaf kalao gak paham postingan tersebut berbicara tentang memperingati roengten selaku ilmuan penemu bidang xray gitu.good luck maaf telat

    BalasHapus