Kamis, 10 Februari 2011

Malioboro Sebagai Fungsi Psikologis

Ruang sebagai fungsi psikologis merupakan keberadaan ruang yang berpengaruh terhadap perasaan dan jiwa pelaku setting-nya sehingga orang yang pernah berada di kawasan ini akan mengalami perubahan suasana hati dan perasaan. 
*  *  *  *  *  *  *
Kawasan Malioboro yang berada di Kota Jogjakarta merupakan suatu kawasan dengan nilai sejarah yang tinggi. Kebudayaan lokal khas Jogjakarta masih sangat kental dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Keunikan yang terdapat pada kawasan ini mulai dari tatanannya yang masih kental dengan kenangan sejarah masa lampau yang tercermin dari bangunan-bangunan bersejarah yang ada dikawasan ini, maupun aktifitas perdagangan yang unik, yang memberikan kesan dan daya tarik tersendiri bagi pelaku ruang (khususnya turis baik lokal maupun manca negara). Bangunan bangunan bersejarah yang bersanding dengan aktifitas perdagangan masyarakat lokal memberikan nilai lebih bagi kawasan yang menjadi poros utama kota Jogja ini. 
Keunikan ini memberikan tanggapan tersendiri bagi para pelaku ruang yang ada untuk menjadikannya sebagai sarana penghilang penat dan sarana refreshing. Beberapa lokasi yang ada di kawasan ini sering dikunjungi oleh pelaku ruang karena menurut mereka tempat-tempat tersebut mampu menghilangkan rasa penat mereka. Tempat-tempat yang sering mereka kunjungi antara lain adalah [i] Depan Museum Benteng Vrederburg, [ii] Pasar Bringharjo, [iii] Mall Malioboro, [iv] Koridor Jalan Malioboro. 
Lokasi-lokasi tersebut merupakan seting fisik yang sangat kaya dengan aktifitas-aktifitas yang sangat unik dan khas serta banyak hal menarik yang menjadikan tempat-tempat tersebut sering dijadikan para pelaku ruang untuk tempat berkumpul sambil melepas kepenatan. Keunikan-keunikan tersebut terintepretasikan dengan adanya seting ruang yang terbangun. Seting ruang yang terbangun ini tergambarkan bukan hanya dengan objek fisik berupa bangunan bersejarah, pedagang kaki lima yang berada di koridor jalan Malioboro, street furniture, serta siting grup, tetapi juga oleh aktifitas-aktifitas para pelaku ruang yang menjadi ciri khas kawasan ini. 

Pelaku ruang dapat merasakan fungsi psikologis dari setting ruang yang terbangun di kawasan Malioboro ini, antara lain koridor jalan Malioboro yang memiliki keunikan dan kekhasan Malioboro berupa deretan penjual yang menjajakan barang-barang unik, serta memiliki kesenian-kesenian batik yang unik. Selain itu, pelaku ruang ini menikmati suasana malam dari kawasan Benteng Verderburg. 
“......soalnya di tempat-tempat itu (koridor jalan Malioboro) kesenian batiknya unik-unik dan bagus-bagus. Tapi, kalau di depan benteng, kalau malam suasananya nyenengin buat kumpul-kumpul. Jadi seneng aja kalau kumpul di situ (Vrederburg) sama temen-temen......”(Anzi, Mahasiswa IKJ, Jakarta). 
Pelaku lain juga mendapatkan efek psikologis dengan menikmati aktifitas penjajakan barang-barang di Koridor jalan Malioboro. 
“......nggak tentu, kalau ada waktu pengen jalan-jalan sama kalau ada kebutuhan belanja. Ya liat-liat saja mas, enak buat jalan-jalan, liat barang-barang......”(Imam, Backpacker, Semarang). 
Pelaku ruang lain mendapatkan efek psikologis justru dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh pelaku-pelaku lain, serta keramaian yang ditimbulkannya. Pelaku-pelaku ruang ini justru menikmati suasana yang ramai. Kaawasan ini memiliki kepadatan yang tinggi, tetapi bagi sebagian pelaku ruang merasakan tingkat kesesakan yang rendah. 
“......lebih seneng kalau rame dong, ya kesannya lebih asyik aja, sekalian cuci mata, hahaha......”(Rio, pelajar SMA Sint Louis, Semarang). 
“.....Seneng… pengen balik lagi. Rame. Kalau di sini tu rasanya santai gitu… rasanya tu relax gitu. Apa ya… istilahnya kalau sesuatu yang rame gitu kan buat kita nyaman saja. Kalau orang-orang bilang itu orang-orang yang di Jogja orangnya santai-santai........” (Ayu, mahasiswa pendidikan tata rias UNY, Jogjakarta, asal Jakarta). 
“…..Sebetulnya karena apa ya…. Karena ya… Karena di sini memang rame, Jadi kita juga kepengen ngeliat orang jalan-jalan juga. Karena rame, kan banyak, ya cuci mata, banyak cewek-cewek juga waktu dulu sih waktu kuliah. Sebetulnya itu saja, Beli-beli sih nggak, Apalagi jaman-jaman kuliah ya,.. Paling bareng-bareng ngobrol, Jalan-jalan gitu saja….”(Ardit, Semarang) 
“…….Enak saja ya…. Makin seneng malah. Soalnya buat ngilangin stres di sini tuh. Cuci mata. Banyak cowok cakep. Apalagi kalau malam-malam. Banyak yang nongkrong di sini, sepanjang jalan ini. Ramai. Kalau malam juga di sini banyak kumpulan-kumpulan motor yang trek-trekan. Banyak yang ngumpul di sini. Sampe malem juga banyak motor gede. Cuma suka ngumpul saja di sekitar sini. Suasana di sini juga khas banget. Pokoknya pemandangannya tu khas banget. Lampu-lampunya… di sini kesannya gelap ya nggak gelap. Terang ya nggak terang. Kalau stres pasti ke sini. Asiknya tu bersama teman-teman…..” (ayu, mahasisa pendidikan tata rias UNY, Jogjakarta, asal Jakarta) 
Kemampuan kawasan Malioboro sebagai suatu setting ruang yang berfungsi psikologis dapat terjadi karena adanya interaksi antara pelaku ruang dengan setting ruang tersebut. Hal ini dapat berupa : (i) karena keunikan dan kekhasan objek fisik dari kawasan tersebut, (ii) karena interaksi antara pelaku ruang dengan objek fisik yang menimbulkan keunikan tersendiri, (iii) aktifitas-aktifitas oleh pelaku-pelaku lain yang dapat menimbulkan keramaian, yang menjadi suatu nilai kekhasan tersendiri dari kawasan ini.

*  *  *  *  *  *  *  *  *

Disusun berdasarkan mata kuliah PERILAKU DALAM ARSITEKTUR
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Tim Penyusun:
Dhimas Bagus Putranto
Lillahi Asyrotul Akhiroh
Mia Hijriah
Nindya Kirana Putri
Novia Mahmuda

1 komentar:

  1. nah lho, malioboro ditulis lagi.., jd makin pengen ke jogja...huhu

    BalasHapus